BLOG

SDLC Waterfall: Memahami Konsep dan Proses di Balik Model Ini

SDLC Waterfall: Memahami Konsep dan Proses di Balik Model Ini

Dalam dunia pengembangan perangkat lunak, ada beragam model yang membimbing proses penciptaan perangkat lunak, yang dikenal dengan istilah Software Development Life Cycle (SDLC). Salah satu model yang masih banyak digunakan hingga saat ini adalah Model Waterfall.

Namun, apakah Anda tahu apa itu Model Waterfall? Dalam artikel ini, kami akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dalam mengenai konsep Model Waterfall, tahapan, kelemahan, dan kelebihannya. Simak ulasan berikut ini:

Pengertian Model Waterfall

Model Waterfall adalah sebuah metode klasik dalam pengembangan aplikasi, yang menawarkan pendekatan sistematis dan berurutan seperti mengikuti aliran air terjun. Pada setiap tahapannya, pengembang mengikuti langkah demi langkah, mulai dari yang paling atas hingga paling bawah.

Dalam model ini, tiap tahap harus diselesaikan secara berurutan, sehingga menjadi jelas bahwa perbedaan mendasar antara Waterfall dan metode agile adalah pendekatan tahapannya yang berbeda. Dengan karakteristiknya yang kurang iteratif dan fleksibel, Waterfall memandu proses pengembangan perangkat lunak satu arah seperti air terjun mengalir.

Model waterfall pertama kali diperkenalkan oleh Herbert D. Benington diĀ Symposium on Advanced Programming Method for Digital ComputersĀ pada tanggal 29 Juni 1956. Dalam presentasinya menjelaskan tentang pengembangan perangkat lunak untuk SAGE (Semi Automatic Ground Environment).

Selanjutnya tahun 1983, dipresentasikan kembali oleh Benington dan menjelaskan tentang fase ā€“ fase pada proses pengembangannya. Kemudian tahun 1985, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menggunakan metode ini dengan beberapa tahapan yang digunakan, terdiri dari 6 fase, yaitu:Ā Preliminary design, Detailed design, Coding and unit testing, Integration,Ā danĀ Testing.

Baca juga : Rahasia Gaji Software Developer : Mengungkap Potensi Penghasilan Anda

Tahap-tahap dalam Model Waterfall

  1. Requirement Analysis
    Sebelum terjun melakukan pengembangan perangkat lunak, kita harus benar-benar memahami apa yang diinginkan oleh pengguna. Tahap analisis melibatkan berbagai metode pengumpulan informasi, seperti diskusi, observasi, survei, dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk membentuk spesifikasi komprehensif tentang kebutuhan pengguna dari perangkat lunak yang akan dikembangkan.
  1. System and Software Design
    Informasi dari hasil analisis Kebutuhan menjadi bahan pada tahap ini. Disini, spesifikasi yang telah didefinisikan akan digunakan untuk merancang perangkat lunak secara keseluruhan. Tujuannya memberikan pandangan yang jelas tentang apa yang dilakukan. Selain itu, tahap ini membantu pengembang menyiapkan kebutuhan perangkat keras yang diperlukan untuk membangun arsitektur sistem perangkat lunak komprehensif.
  1. Implementation and Unit Testing
    Tahap ini adalah saat perangkat lunak benar-benar mulai “terbentuk”. Pengembang mulai membuat perangkat lunak dengan memecahnya menjadi modul-modul kecil yang nantinya akan digabungkan. Selain membuat, pengujian juga menjadi fokus pada tahap ini, serta memastikan setiap modul memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
  1. Integration and System Testing
    Setelah semua modul dikembangkan dan diuji secara individu, tahap ini melakukan integrasi semuanya. Modul-modul tersebut diintegrasikan ke dalam sistem secara keseluruhan. Pemeriksaan dan pengujian sistem dilakukan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan dan kesalahan yang mungkin terjadi dalam sistem secara menyeluruh.
  1. Operation and Maintenance
    Pada tahap terakhir Model Waterfall, perangkat lunak yang telah selesai dijalankan oleh pengguna. Namun, perjalanan belum berakhir di sini. Pemeliharaan menjadi kunci, sehingga memungkinkan pengembang mengatasi kesalahan yang tidak terdeteksi sebelumnya, memperbaiki implementasi, dan menyesuaikan sistem sesuai perkembangan dan kebutuhan yang terus berubah.

Baca juga : 7 Tantangan Dan Mengatasi Dalam Pengembangan Perangkat Lunak

Kelebihan Model Waterfall

  1. Kerja Terstruktur
    Penerapan model ini membuat alur kerja sangat terstruktur dan terukur. Setiap tim memiliki peran yang jelas sesuai dengan keahlian masing-masing, menjadikan mereka mampu menyelesaikan tugas jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Keteraturan ini adalah kunci kesuksesan.
  1. Dokumentasi yang Baik
    Waterfall adalah pendekatan di mana setiap detail dicatat dengan cermat dan diberikan kepada anggota tim dengan cepat dan akurat. Dokumen-dokumen ini menjadi panduan bagi tim, memudahkan mengeksekusi tugas mereka dan memastikan setiap langkah diikuti sesuai rencana.
  1. Penghematan Signifikan
    Waterfall dapat melakukan penghematan yang signifikan dalam hal sumber daya dan biaya. Dalam model ini, klien memiliki peran yang lebih terbatas dalam urusan tim pengembang aplikasi, sehingga biaya proyek menjadi lebih terkendali. Ini berbeda dengan pendekatan Agile yang memungkinkan klien memberikan masukan dan umpan balik, yang sering kali mengakibatkan biaya yang lebih tinggi.
  1. Cocok untuk Skala Besar
    Waterfall terbukti efektif untuk mengembangkan perangkat lunak dalam skala besar yang melibatkan banyak sumber daya manusia dan prosedur kerja yang kompleks. Namun, penting untuk diingat bahwa metode ini juga dapat diterapkan pada proyek skala kecil dan menengah, asalkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Jadi, fleksibilitasnya tidak dapat diabaikan.

Baca juga : Kursus Java adalah Langkah Penting dalam Karir Pengembangan Perangkat Lunak Anda

Kelemahan Model Waterfall

  1. Membutuhkan tim yang solid
    Penerapan model ini membutuhkan dukungan solid dari setiapĀ stakeholders. Setiap tim harus mempunyai kerja sama dan koordinasi yang baik. Apabila salah satu tim tidak dapat menjalankan tugas dengan semestinya, maka akan sangat berpengaruh terhadap alur kerja tim yang lain.
  1. Kurangnya Fleksibilitas
    Semua tim dituntut bekerja sesuai arahan dan petunjuk yang ditetapkan di awal. Sehingga, klien tidak dapat mengeluarkan pendapat danĀ feedbackĀ kepada tim pengembang. Klien hanya bisa memberikan masukan pada tahap awal perancangan.
  1. Tidak Dapat Melihat gambaran sistem Secara Jelas
    Customer tidak dapat melihat gambaran sistem secara jelas. Hal ini beda dengan model agile yang dapat terlihat dengan baik meskipun masih dalam proses pengembangan.
  1. Membutuhkan Waktu Lebih lama
    Proses pengerjaan dengan menggunakan waterfall terbilang cukup lama jika dibandingkan dengan model lain. Penyebabnya karena tahapan pengerjaan aplikasi yg dilakukan satu per satu membuat waktu dibutuhkan menjadi lebih lama. Sebagai contoh, tim developer tidak akan bisa melakukan prosesĀ codingĀ jika tim designer belum menampilkan tampilan desain dari aplikasi.

Perbandingan dengan Model Pengembangan Lain

  1. Waterfall vs Agile
    Waterfall lebih cocok untuk proyek dengan persyaratan yang stabil dan jelas, sementara Agile cocok untuk proyek yang membutuhkan adaptabilitas dan respons cepat terhadap perubahan. Agile memungkinkan klien untuk memberikan masukan secara berkelanjutan, sementara Waterfall memiliki sedikit ruang untuk perubahan setelah fase awal dimulai.
  1. Waterfall vs Scrum
    Waterfall lebih cocok untuk proyek dengan persyaratan yang stabil dan terdefinisi dengan baik, sementara Scrum memberikan fleksibilitas lebih besar untuk mengatasi perubahan persyaratan dan memungkinkan pengembangan perangkat lunak lebih adaptif.
  1. Waterfall vs DevOps
    DevOps lebih fokus pada otomatisasi, kolaborasi antara pengembangan dan operasi, serta peningkatan kontinu. Waterfall lebih tradisional dan mungkin tidak seefisien dalam mengatasi perubahan dan pembaruan aplikasi secara cepat.

Baca juga : 8 Alat Populer Dalam Analisis Data Yang Harus Diketahui

Model Waterfall adalah pendekatan pengembangan perangkat lunak linear dan berurutan terdiri dari fase yang harus diselesaikan secara berurutan. Fase-fase utama meliputi perencanaan, analisis, desain, implementasi, pengujian, dan pemeliharaan. Setiap fase harus diselesaikan sebelum fase berikutnya dimulai, dan perubahan persyaratan sulit diakomodasi setelah fase analisis dimulai. Model ini mengutamakan perencanaan dan dokumentasi yang kuat.

Model ini cocok digunakan ketika persyaratan proyek stabil dan jelas dari awal. Kemudian untuk proyek dengan sumber daya, anggaran, dan jadwal yang terbatas. Selanjutnya untuk proyek yang memerlukan dokumentasi lengkap dan terperinci. Termasuk proyek-proyek dengan risiko tinggi yang memerlukan pengendalian ketat.

Waterfall cocok untuk proyek dengan persyaratan yang stabil, tetapi kurang fleksibel terhadap perubahan. Rencanakan dengan matang sebelum memasuki fase implementasi. Dokumentasikan persyaratan dan langkah-langkah dengan baik. Pertimbangkan alternatif seperti pendekatan Agile jika proyek Anda memerlukan adaptabilitas dan respons cepat terhadap perubahan.

Rate this post
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.