Di era digital, data pribadi adalah komoditas berharga. Setiap hari, jutaan data terekam, mulai dari informasi keuangan, riwayat kesehatan, hingga kebiasaan belanja online. Tapi, bagaimana jika data itu bocor atau disalahgunakan?
Kasus kebocoran data yang terus terjadi menunjukkan bahwa perlindungan data bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Inilah alasan di balik hadirnya data protection officer (DPO), sosok yang bertugas memastikan data pribadi tetap aman dan perusahaan patuh terhadap aturan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), perusahaan yang mengelola data dalam skala besar wajib menunjuk DPO. Tapi, apa sebenarnya tugas mereka? Apa tantangan yang dihadapi? Dan bagaimana peran mereka dalam melindungi data kita? Artikel ini akan mengulasnya secara lengkap.
Apa Itu Data Protection Officer (DPO)?
Data Protection Officer (DPO) adalah orang yang bertanggung jawab memastikan perusahaan atau organisasi mematuhi aturan perlindungan data pribadi.
Bayangkan DPO seperti penjaga gerbang yang memastikan data pribadi pelanggan atau pengguna tidak disalahgunakan, bocor, atau digunakan secara tidak semestinya. Tugasnya adalah memantau kepatuhan terhadap regulasi, memberikan saran, serta menjadi penghubung antara perusahaan dan regulator.
Siapa yang Wajib Punya DPO?
Tidak semua perusahaan wajib menunjuk DPO. Hanya organisasi yang mengolah data dalam jumlah besar atau data yang sifatnya sensitif, seperti:
- Lembaga pemerintahan yang mengelola banyak data penduduk.
- Bank, perusahaan asuransi, dan telekomunikasi yang menangani data pelanggan setiap hari.
- Rumah sakit dan sektor kesehatan yang menyimpan data medis pasien.
Sebaliknya, usaha kecil dan menengah (UMKM) biasanya tidak perlu memiliki DPO karena skala pengolahan datanya lebih kecil.
DPO berperan penting untuk menjaga keamanan data pribadi, memastikan kepatuhan hukum, dan menghindari risiko kebocoran data yang bisa merugikan perusahaan maupun masyarakat.
Job Desk dan Tanggung Jawab DPO
Seorang Data Protection Officer (DPO) bertugas memastikan organisasi mematuhi regulasi perlindungan data pribadi serta mengelola risiko terkait pengolahan data. Tanggung jawabnya mencakup empat aspek utama berikut:
- Memastikan kepatuhan terhadap regulasi
- Mengawasi penerapan UU PDP dan peraturan turunannya dalam operasional perusahaan.
- Memberikan rekomendasi terkait kebijakan dan prosedur perlindungan data.
- Mengedukasi karyawan agar memahami pentingnya menjaga data pribadi.
- Menilai dan mengelola risiko kebocoran data
- Mengidentifikasi potensi risiko penyalahgunaan atau kebocoran data.
- Menyusun strategi mitigasi untuk mencegah pelanggaran.
- Bekerja sama dengan tim IT dalam penerapan sistem keamanan data.
- Menjadi penghubung dengan regulator
- Berkomunikasi dengan otoritas pengawas jika terjadi insiden pelanggaran data.
- Memastikan perusahaan transparan dalam menangani pelanggaran dan melaporkannya sesuai aturan.
- Mendukung audit dan investigasi
- Melakukan audit kepatuhan secara berkala untuk memastikan regulasi dipatuhi.
- Memberikan masukan dalam investigasi jika terjadi insiden kebocoran data.
DPO bukan sekadar pengawas regulasi, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga kepercayaan pelanggan dan reputasi perusahaan.
Tantangan yang Dihadapi DPO
Menjadi seorang DPO bukanlah tugas yang mudah. Ada beberapa tantangan utama yang sering dihadapi dalam menjalankan peran ini:
1. Kompleksitas regulasi
Sebelum adanya UU PDP, aturan tentang data pribadi tersebar di lebih dari 30 regulasi yang tidak terintegrasi. Kini, meskipun UU PDP telah menjadi acuan utama, aturan turunannya masih dalam proses penyusunan. DPO harus selalu mengikuti perkembangan regulasi yang terus berubah agar tidak salah langkah.
2. Menyeimbangkan kepatuhan dan kebutuhan bisnis
DPO sering kali dihadapkan pada dilema antara menjaga kepatuhan terhadap regulasi dan mendukung kebutuhan bisnis. Di satu sisi, mereka harus memastikan perusahaan mematuhi aturan, namun di sisi lain, mereka juga harus memastikan kepatuhan tersebut tidak menghambat inovasi dan efisiensi operasional.
3. Kurangnya kesadaran dalam organisasi
Banyak perusahaan masih menganggap perlindungan data sebagai formalitas, bukan prioritas. Akibatnya, DPO sering kali menghadapi kesulitan dalam membangun budaya kepatuhan dan meningkatkan kesadaran seluruh karyawan tentang pentingnya keamanan data.
4. Kesulitan teknis dalam implementasi
Seorang DPO tidak hanya perlu memahami aspek hukum, tetapi juga harus memiliki wawasan teknis terkait keamanan data, enkripsi, dan sistem pengolahan data. Tantangan ini menjadi lebih besar jika DPO berasal dari latar belakang non-teknis dan harus bekerja sama dengan tim IT untuk mengimplementasikan kebijakan perlindungan data dengan efektif.
Syarat Menjadi DPO
Menurut UU PDP, seseorang yang ingin menjadi DPO harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
- Profesionalitas dan independensi dalam menjalankan tugasnya tanpa intervensi dari perusahaan.
- Pengetahuan hukum yang cukup terkait perlindungan data pribadi dan regulasi yang berlaku.
- Pemahaman praktik perlindungan data di industri yang relevan, seperti perbankan, kesehatan, atau telekomunikasi.
- Kemampuan untuk mengevaluasi risiko dan merancang strategi mitigasi dalam pengolahan data.
Menariknya, seorang DPO tidak harus berasal dari latar belakang hukum. Selama memiliki pemahaman yang kuat tentang regulasi dan praktik perlindungan data, mereka tetap bisa menjalankan peran ini dengan baik.
Sanksi Jika Perusahaan Tidak Menunjuk DPO
Perusahaan yang diwajibkan memiliki DPO tetapi tidak menunjukkannya dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan UU PDP. Sanksi tersebut meliputi:
- Peringatan tertulis dari otoritas yang berwenang.
- Penghentian sementara pemrosesan data pribadi hingga kepatuhan dipenuhi.
- Penghapusan atau pemusnahan data pribadi yang telah dikumpulkan secara tidak sah.
- Denda administratif hingga 2% dari pendapatan tahunan perusahaan.
Sanksi ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menegakkan kepatuhan terhadap perlindungan data pribadi. Selain risiko denda, perusahaan juga dapat kehilangan kepercayaan pelanggan jika terbukti tidak mematuhi aturan ini.
Kesimpulan
Peran Data Protection Officer (DPO) semakin krusial di era digital, terutama dengan meningkatnya ancaman kebocoran data dan regulasi yang semakin ketat. Tugas utama DPO adalah memastikan organisasi mematuhi UU PDP, mengawasi pengelolaan data, serta menjadi penghubung dengan regulator.
Namun, menjadi DPO bukanlah pekerjaan mudah. Mereka harus menghadapi kompleksitas regulasi, tantangan teknis, serta menyeimbangkan kepentingan bisnis dan kepatuhan hukum. Oleh karena itu, seorang DPO harus memiliki keterampilan yang luas, baik di bidang hukum, teknis, maupun manajemen risiko.
Bagi perusahaan yang diwajibkan menunjuk DPO, mengabaikan ketentuan ini bisa berujung pada sanksi administratif yang cukup berat. Lebih dari sekadar kewajiban hukum, memiliki DPO yang kompeten adalah langkah strategis untuk memastikan tata kelola data pribadi yang baik serta menjaga kepercayaan pelanggan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
- 1. Apakah semua perusahaan wajib memiliki DPO?
Tidak. Hanya organisasi yang mengolah data dalam skala besar atau menangani data sensitif yang diwajibkan menunjuk DPO. UMKM dan bisnis kecil biasanya tidak perlu memiliki DPO. - Apakah DPO harus memiliki latar belakang hukum?
Tidak harus. Yang penting, DPO memahami regulasi perlindungan data pribadi serta memiliki pengetahuan tentang praktik pengelolaan data di industri yang bersangkutan. - Apa risiko jika perusahaan tidak memiliki DPO padahal diwajibkan?
Perusahaan dapat dikenai sanksi administratif, seperti peringatan tertulis, penghentian pemrosesan data, hingga denda maksimal 2% dari pendapatan tahunan. Selain itu, ketidaksiapan dalam mengelola data pribadi bisa meningkatkan risiko kebocoran data dan merusak reputasi perusahaan. - Apakah DPO harus berasal dari dalam perusahaan?
Tidak. DPO bisa berasal dari internal perusahaan atau menggunakan layanan eksternal, asalkan memiliki profesionalisme dan kompetensi yang sesuai dengan ketentuan UU PDP. - Bagaimana cara memastikan DPO bekerja efektif?
Perusahaan harus memberikan wewenang penuh kepada DPO, memastikan akses ke informasi yang relevan, serta menyediakan sumber daya dan pelatihan yang mendukung tugasnya dalam menjaga kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi.
Gratis Asesmen Keamanan TI Spesial Ramadhan 2025!
Proxsis Infra menghadirkan layanan asesmen keamanan TI yang dirancang untuk melindungi sistem dan data penting bisnis Anda dari ancaman siber. Di bulan Ramadhan ini, kami memberikan kesempatan eksklusif untuk mengikuti asesmen keamanan GRATIS, membantu organisasi Anda mengukur tingkat keamanan infrastruktur TI secara menyeluruh.
Manfaat utama yang Anda dapatkan:
- Identifikasi celah keamanan yang berisiko
- Rekomendasi langkah perbaikan dari para ahli
- Meningkatkan kepercayaan klien dan mitra bisnis
- Membuka peluang karir di bidang keamanan TI melalui pemahaman nyata tentang standar terbaik industri
Tak hanya membantu perusahaan Anda lebih aman, layanan ini juga menjadi langkah awal untuk meningkatkan kompetensi profesional Anda di bidang IT Security, yang saat ini menjadi salah satu keahlian paling dicari di dunia kerja.
Jangan lewatkan momen Ramadhan penuh berkah ini!
Amankan sistem TI Anda GRATIS, raih kepercayaan bisnis, dan tingkatkan daya saing di industri digital.